Menjawab Dilema di Pulau Sempu

untitledBagi kamu yang suka traveling dan hobi berwisata alam tentunya sudah tidak asing lagi dengan nama Pulau Sempu. Pulau yang terletak di Dusun Sendang Biru, Desa Tambak Rejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Jawa Timur ini memeng memiliki potensi obyek dan daya tarik wisata alam yang unik.

Pulau yang secara geografis terletak antara 112°40’45” Bujur Timur dan 8°24’54” Lintang Selatan ini didominasi oleh tipe ekosistem hutan tropis dataran rendah yang dikelilingi oleh hutan pantai dan mangrove. Vegetasi yang masih cukup rapat membuat  pulau ini kaya akan keanekaragaman hayati.

 Di pulau sempu terdapat danau segara anakan yang menjadi maskot potensi wisata alamnya. Segara anakan adalah danau air asin yang terletak didalam pulau dengan luas kurang lebih 4 hektar. Air danau segara anakan berasal dari laut lepas (Samudra Hindia) yang masuk melewati celah karang berlubang. Danau segara anakan dikelilingi oleh tebing-tebing karang tinggi yang membuat kondisi air danau laut ini cukup tenang. Selain segara anakan, Sempu juga mempunyai potensi wisata alam menarik lainya yaitu, Pantai Waru – waru, Telaga Lele, Telaga Sat, Goa Macan, Pantai Air Tawar, Pantai Pasir Panjang dan Pantai kembar 1 dan 2

untitled2Karena potensi dan keunikan alam inilah membuat Pulau Sempu ramai dikunjungi oleh wisatawan baik lokal maupun mancanegara.

Media online, blog – blog di internet dan jejaring sosial berperan aktiv dalam mempopulerkan pulau sempu, yang melalui tulisanya secara tidak langsung mengajak dan merekomendasikan pulau sempu sebagai destinasi wisata alam yang wajib dikunjungi. hal seperti ini adalah hal yang wajar, dimana media ingin memberitakan, menginformasikan dan menunjukan kepada masyarakat luas tentang keindahan dan kekayaan potensi alam Indonesia secara umum, sedangkan para penulis blog ingin bercerita dan berbagi keindahan alam pulau sempu secara langsung melalui pengalaman pribadinya. Jadi tidak ada yang salah jika kamu ingin atau berniat berkunjung ke pulau sempu setelah membaca atau mendengar cerita tentang keindahan pulau tersebut. Karna semua orang pasti ingin membuktikan, merasakan dan menikmati sendiri keindahan panorama alam di pulau sempu.

Seperti pada umunya yang sering terjadi pada tempat – tempat wisata alam di Indonesia, banyaknya pengunjung tanpa kontrol dan pengawasan yang ketat dari petugas menimbulkan masalah klasik yang sulit dihindari yaitu “sampah”. Kondisi seperti inilah yang penulis lihat dilokasi pada tanggal 2, November 2013 lalu

Sampah tidak hanya merusak keindahan alam di pulau sempu, tetapi juga mengancam ekosistem dan kelestarian pulau tersebut. Hal ini disebabkan karena masih sangat rendahnya kesadaran pengunjung terhadap lingkungan serta kurangya pengawasan dari petugas BKSDA sebagai unit pelaksana teknis konservasi sumber daya alam yang ditunjuk secara hukum melalui peraturan Mentri Kehutanan NOMOR: P.02/menhut-II/2007.

Dalam tulisan ini penulis tidak bermaksut untuk mencari siapa yang paling bertanggung jawab terkait kondisi sampah di pulau sempu akhir-akhir ini. karna baik wisatawan dan petugas, masing-masing memiliki peranan dan tanggungjawab yang sama dalam hal menjaga pulau tersebut.

Melalui tulisan ini, penulis ingin mengajak semua pembaca untuk memahami dan memikirkan solusi bersama agar keindahan dan kelestarian alam pulau sempu tetap terjaga.

Sebelum berbicara lebih jauh terkait pulau sempu, penulis ingin mengajak pembaca mereview sedikit sejarah, status dan fungsi pulau sempu itu sendiri. Pulau Sempu sebenarnya bukanlah tempat wisata alam melainkan Cagar Alam yang statusnya sudah ditetapkan sejak jaman Belanda melalui : (Besluit van den Gouverneur Generaal van Nederlandsch Indie No : 69 dan No.46 tanggal 15 Maret 1928).

3Cagar Alam dapat dimanfatkan sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan kesadartahuan konservasi alam, penyerapan atau penyimpanan karbon dan pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya

Dalam sejarah konservasi di Indonesia, Cagar alam merupakan bentuk konservasi paling sepuh dibandingkan dengan bentuk kawasan konservasi lainya seperti Suaka Margasatwa, Taman Wisata Alam, Taman Buru, Taman Nasional atau Taman Hutan Raya. Menurut UU No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya Bab 1, Pasal 1, butir ke 10 menyebutkan bahwa, Cagar alam adalah kawasan suaka alam karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tunbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.

Dalam praktek pengelolalanya, kawasan konservasi dikelompokan menjadi dua yaitu KSA dan KPA.  Pengelompokan ini didasarkan kepada Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam Pasal 4 butir 1 dan butir 2. KSA terdiri dari Cagar Alam dan Suaka margasatwa sedangankan KPA terdiri dari Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.

Kawasan Suaka Alam (KSA) adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang memiliki fungsi pokok sebagai fungsi pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistimnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistim penyangga kehidupan. Sedangkan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) adalah kawasan dengan ciri tertentu baik di daratan maupun di perairan yang memiliki fungsi pokok perlindungan sistim penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistimnya.

Uraian singkat diatas memberi gambaran jelas, bahwa pulau sempu merupakan pulau penting dalam konservasi. Keunikan dan keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistemnya perlu dilindungi dan dijaga.  Pulau Sempu adalah cagar alam. Kawasan cagar alam ini tidak boleh diganggu, ataupun diambil flora dan faunanya apa lagi dirusak (dengan sampah). (SudrajatWiriadinata, Silvika edisi 65/12/2010).

 5

Potensi wisata alam pulau sempu dengan statusnya sebagai cagar alam menimbulkan dilema bagi pengunjung (wisatawan) dan aktivis lingkungan yang tidak setuju jika pulau sempu dikunjungi. Ketidak setujuan rekan-rekan aktivis lingkungan tentunya beralasan. Alasan pertama terkait status pulau sempu itu sendiri sebagai cagar alam yang harus dipertahankan ekosistem dan kealamianya. kedua kekhawatiran kerusakan cagar alam yang ditimbulkan akibat banyaknya wisatawan berkunjung tanpa control ke pulau sempu yang berpotensi merusak kealamian (sampah) pulau tersebut

Pada 5, juni tahun 2012 lalu sempat diadakan dialog interaktif yang bertemakan “Pulau Sempu, Antara Cagar Alam dan Wisata” yang diplopori oleh Komunitas Peduli Sempu di Pendopo Kabupaten Malang, dialog interaktif ini dihadiri oleh perwakilan BKSDA Jember, Perum Perhutani KPH Malang, Dinas Kehutanan Kabupaten Malang, serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang. Dalam dialog itu terungkap bahwa tingkat kunjungan wisatawan ke pulau sempu cukup tinggi. pada tahun 2011 saja tercatat 11.065 wisawatan lokal dan sebanyak 136 wisatawan asing telah berkunjung ke pulau sempu. Dalam dialog tersebut juga mengungkap adanya kerusakan di pulau sempu yang diakibatkan oleh sampah yang ditinggal pengunjung dan nelayan (penduduk sekitar) yang  membuang solar disembarang tempat.

Kabid KSDA BKSDA Wilayah III Jember Sunandar tidak membantah jika sejak dulu Pulau Sempu memang sudah menjadi destinasi wisata. Dan beliau mengijinkan wisatawan berkunjung asalkan bisa menjaga kebersihan di pulau itu. Sehingga pulau itu tetap terjaga konservasinya. (dikutip dari http://gojausan.blogspot.com)

7Namun, ada yang perlu diketahui, bahwa secara hukum pengunjung tidak di izinkan masuk ke pulau sempu jika tidak memiliki  SIMAKSI (Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi) yang dikeluarkan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Sekditjen PHKA), atau oleh Kepala Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam setempat. Ini berdasarkan Peraturan Dirjen PHKA No. SK. 192/IV-Set/Ho/2006.

Namun pada kenyataanya, dilapangan, pengunjung yang tidak memiliki SIMAKSI tetap dapat memasuki pulau tersebut dengan membayar sejumlah uang ke petugas yang berjaga. Setelah membayar, pengunjung akan mendapatkan kertas yang menerangkan bahwa “kertas tersebut bukanlah surat izin masuk kawasan”, melainkan surat keterangan bahwa yang bersangkutan telah melapor sebelum memasuki pulau tersebut. Bagi penulis, hal seperti ini menjadi rancuh dan menimbulkan presepsi negatif terhadap petugas dilokasi, karena terkesan petugas mengambil keuntungan pribadi dengan cara  mewajibkan pengunjung melapor dan membayar sejumlah uang sebelum mengunjungi pulau sempu, tanpa memberikan SIMAKSI secara legal kepada pengunjung.

Status cagar alam, SIMAKSI, keindahan alam, destinasi wisata, pengunjung dan sampah yang ditinggalkan oleh wisatawan di pulau sempu menjadi dilema. di jejaring social, rekan-rekan komunitas peduli pulau sempu terus semangat mengkampanyekan untuk tidak menjadikan pulau sempu sebagai tujuan wisata. tetapi sebaliknya arus wisatawan yang berkunjung ke pulau sempu bukanya berkurang rasanya malah semakin bertambah. Ini menjelaskan cara – cara konvensional seperti diatas tidak cukup efektif umtuk menjawab dilima di pulau sempu.

Lalu, apa solusi terbaik untuk mengatasi dilema pulau sempu agar tetap terjaga keindahan alam dan kelestarianya? Perlu ada solusi yang dapat menjembatani antara “wisata” dan “konservasi”, karena jika dibiarkan kondisinya seperti sekarang ini lambat laun pulau sempu akan rusak dan keindahannya pun akan tinggal menjadi cerita.

Dengan kondisi yang seperti penulis sebutkan diatas, sudah saatnya dilakukan perubahan secara total terhadap pengelolaan pulau sempu yang dilakukan secara sistimatis meliputi perencanaan, perlindungan, pengawetan, pemanfatan dan evaluasi kesesuaian. Perubahan ini perlu melibatkan dinas-dinas terkait, diantaranya Pemkab sebagai pemegang wilayah, Dinas Parawisata, Dirtjen PHKA dan Kementerian Kehutanan sebagai pemegang kebijakan tertinggi.

Pengelolalaan yang penulis maksut adalah dengan cara menjadikan pulau sempu sebagai Taman Wisata Alam! Ya kenapa tidak? Kita harus berfikir realistis dan obyektiv. Toh dengan statusnya sebagai Cagar Alam sekarang pulau sempu tetap dijadikan sebagai tempat tujuan wisata. Banyak nilai positif yang didapatkan jika pulau sempu dijadikan Taman Wisata Alam, diantaranya :

  • Pungutan (yang tidak jelas) saat melapor sebelum berkunjung bisa digantikan dengan retribusi yang jelas dan legal, pengunjungpun akan nyaman karna didalam retribusi tersebut terdapat asuransi yang mekanismenya telah diatur oleh undang-undang. Pendapatan yang dihasilkan dari retribusi nanti merupakan pendapatan daerah diluar pajak yang bisa digunakan untuk kepentingan umum, misalnya pembagunan.
  • Infrastruktur dan ekonomi, tentu pengubahan pengelolalan pulau tersebut akan berdampak positif terhadap infrastrukur di sekliling pulau (sendang biru), misal perbaikan akses jalan, tersedianya lahan parkir yang luas dan aman, berkembangya ekonomi penduduk sekitar (dengan bermunculanya warung – warung makan dan homestay) dll.
  • Pengendalian pengunjung, ini adalah hal yang terpenting. Saat pulau tersebut dikelola dengan baik, petugas bisa membuat perarturan untuk mngontrol jumlah wisatawan yang akan berkunjung (quota). Ini akan meminimalisir kerusakan ekosistem dan efek sampah yang ditinggalkan.

Dan tentunya banyak nilai posisitif  lainya yang bisa dijabarkan jika kita kaji lebih dalam, walaupun tidak menutup kemungkinan akan ada dampak negatif yang ditimbulkan. Dengan perencanaan yang sistimatis dan evaluasi yang dilakukan secara berkala, damapak negatif yang diakibatkan penrubahan status pulau sempu dapat diminimalisir.

Mungkinkah perubahan status Cagar Alam yang merupakan Kawasan Suaka Alam (KSA) ini berubah menjadi Taman Wisata Alam, yang terkelompok didalam Kawasan Pelestarian Alam (KPA)? Jawabnya sangat mungkin, sederhanaya pemerintah daerah cukup bekerja sama dengan dinas terkait mengajukan permohonan perubahan status ke pemerintah pusat.

Penulis yakin, rekan-rekan pembaca sepakat, jika pulau sempu adalah aset yang tidak ternilai dan keberadaanaya harus dipertahankan,  dijaga serta dikelola dengan baik agar keindahan dan kelestarianya tetap terjaga. dalam artikel ini, penulis ingin menekankan bahwa, perubahan status dan pengelolaan pulau sempu yang dimaksut diatas adalah bagian dari pemanfaatan, pemanfaatan yang  dibuat  berdasarkan  kaidah  alam. Perjalanannya  mendukung  upaya  pelestarian  lingkungan (alam  dan  kebudayaan)  dan  meningkatkan  kesejahteraan  masyarakat setempat. Komersialisasi dan Eksploitasi adalah hal yang berbeda.

Beberapa  peraturan  perundangan  telah  disusun  untuk menunjang  pengembangan  kegiatan  pariwisata  alam  dan upaya konservasi, antara lain:

  1. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya;
  2. UU No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan;
  3. PP No. 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam  di  Zona  Pemanfaatan  Taman  Nasional,  Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam;
  4. Keputusan  Menhut  No.  441/Kpts-II/1994  tentang Sarana Prasarana Pengusahaan Pariwisataan Alam;
  5. Keputusan  Menhut  No.  441/Kpts-II/1990  tentang Pengenaan  Iuran  Pungutan  Usaha  di  Hutan  Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Laut;
  6. Keputusan Menhut No. 446/Kpts-II/1996 tentang Tata Cara  Permohonan,  Pemberian  dan  Pencabutan  Izin Pengusahaan Pariwisata Alam;
  7. Keputusan Menhut No. 878/Kpts-II/1992 tentang Tarif  Pungutan  Masuk  ke  Hutan  Wisata,  Taman  Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Laut;
  8. Keputusan  Menhut  No.  447/Kpts-II/1996  tentang  Pembinaan  dan  Pengawasan  Pengusahaan  Pariwisata Alam.
  9. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam

Jika kamu punya kritik, saran atau pendapat yang berbeda silahkan tinggalkan komentar dibawah ini. Jika kamu sependapat dengan artikel ini kamu bisa share melalui jejaring social atau di copy + paste di blog kamu. #Salam Lestari dan #SalamPerubahan

Foto: Dok Pribadi 2009

8 thoughts on “Menjawab Dilema di Pulau Sempu

  1. TravellersID

    Gimana kalau semua Cagar Alam kita jadiin Taman Wisata Alam aja, kan keren tuh jadi Indonesia ga punya kawasan konservasi yang bebas dari campur tangan manusia. Siapa tahu bisa dapaet award dari lembaga konservasi internasional di PBB gitu. :)))))

    Balas
    1. jayaone Penulis Tulisan

      hehe bukan itu tujuanya mas, skrg dengan statusnya sebagai cagar alam toh sempu tetap dijadikan sebagai destinasi wisata. SIMAKSI pun tidak jelas. jika dinbiarkan pasti akan merusak. nah tinggal bagaimana kita memilih. dibiarkan rusak atau? …….. 🙂

      Balas
      1. TravellersID

        Justru mestinya ditegakkan peraturannya. Sampai kapan peraturan yang dilanggar malah dibiarkan atau justru diubah agar jadi ga ada yang melanggar? Pemerintah dan masyarakat yang jelas2 salah kok ya malah dikasih solusi agar ga jadi salah.

        Misal nih, habis Sempu jadi TWA trus ada CA lain yang dijadiin objek wisata, mau diturunin juga statusnya? Sampai kapan konsep konservasi kita mau berfokus pada kepentingan jangka pendek manusia? Bukan pada jangka panjang terhadap kelestarian alam?

        Dulu burung di Asia dan Australia selalu migrasi di Pulau Sempu, sekarang? Ga ada sama sekali dan mereka kehilangan tempat migrasi atau bahkan mungkin pada mati karena harus cari tempat lain yang lebih jauh.

        Suatu tempat dibikin jadi CA itu pertimbangannya ga sembarangan, apalagi yang netapin dari zaman Belanda yang cenderung pola pikirnya jauh lebih futuristik dari orang Indonesia, setidaknya dari saya..

        Kalau mau pakai prinsip hilangkan wilayah konservasi demi kepuasan manusia, jangan heran kalau suatu saat kita ga punya lagi hutan. Simple-nya, kalau yang jelas ilegal aja pada masuk dan merusak, gimana kalau dibikin legal? Kalau yang ilegal aja pengawasannya berantakan, gimana kalau legal? Ada yang bisa jamin setelah Sempu jadi TWA lalu ga akan rusak? Kalau ada yang berani jamin, termasuk yang mengusulkan, saya dukung. 🙂

      2. jayaone Penulis Tulisan

        begini mas, menurutku kita bisa melihat kondisi real dan kenyataan saat ini. jika dibiarkan terus dengan sistim seperti ini, bagaimana menurut mas pulau sempu kelanjutanya? kita bisa sama² menebak sendiri. dan perlu dicatat konservasi itu luas mas. taman nasionalpun bagian konservasi mas. dengan pembagian zona masing-masing. jadi peubahan yang saya maskut bukan berarti mengabaikan konservasi, tetapi sebaliknya. 😀

      3. TravellersID

        Lah kalau Pulau Sempu ditutup aksesnya dan difungsikan jadi seutuhnya cagar alam kan jauh lebih bagus, malah ga ada sampah dan kerusakan yang terjadi, kenapa malah milih yang dibuka aksesnya? Demi uang kah? Agar orang2 tetap bisa buka paket tour kesana? Coba baca sekali lagi apa fungsi cagar alam deh. 🙂

        Kalau prinsipnya kayak sampeyan, ntar kalau ada cagar alam lain yang dimasuki pasti usulnya sama, ubah aja jadi Taman Wisata Alam, ya ga? Sampai akhirnya kita sama sekali ga punya cagar alam dan dapat penghargaan deh. 🙂

        Usul seperti ini biasanya hanya saya dapatkan dari orang2 yang meraup keuntungan dari Pulau Sempu, semoga sampeyan ga begitu dan tulus benar2 untuk konservasi. 🙂

        Simple-nya sih, kalau sampeyan berani tanggung jawab atas ketidakrusakan Pulau Sempu kalau dibuka jadi Taman Wisata Alam, saya dukung. Gimana? 🙂

      4. edsanjaya Penulis Tulisan

        Dear: mas yang budiman 🙂 mungkin masnya bisa baca ulang isi blognya agar komentar lebih fokus. Penulisan adalah pencarian jalan terbaik untuk menjawab dilema pulau sempu. Jika memang masnya konsen di sempu, apa yang terbaik menurut mas? Apa yang sudah mas lakukan? Mungkin saya bisa tiru masnya 🙂

  2. preterito pratikno

    Saya setuju sekali dengan tulisan ini. Menurut saya menjadikan Pulau Sempu menjadi kawasan Cagar Alam terbatas/Taman Nasional merupakan Win Win Solution untuk semua pihak. :))

    Balas

Tinggalkan Balasan ke jayaone Batalkan balasan